Minggu, 12 Oktober 2014

Giok

Giok adalah batuan ornamen yang begitu banyak legendanya sehingga hampir mengaburkan kajian ilmiahnya. Kadangkala dalam masyarakat, batu berwarna hijau serupa giok atau dalam bentuk patung tiongkok selalu ‘langsung’ dengan tanpa pikir panjang dianggap terbuat dari batu giok, yang kadangkala dalam kasus-kasus tertentu hanya terbuat dari batu marmer dengan treatment tertentu, dan sungguh disayangkan banyak sekali beredar di pasaran baik nasional maupun internasional. 

Dalam kasus lain, terbuat dari batu sabun yang tentu saja sama sekali bukan termasuk ke dalam kelas giok tetapi masuk ke dalam batuan talc dengan kekerasan hanya menunjukkan angka 1 hingga 3 pada skala Mohs dan seringkali warnanya pun merupakan hasil rekayasa. Dan uniknya kita sering mendengar istilah ‘giok sabun’, batuan inilah yang dimaksudkan.

Nephrite
Istilah Jade atau Giok diterapkan pada batuan metamorf yang terbentuk dari unsur mineral silikat, jenis giok ini terbagi menjadi dua:

  1. Nephrite, terdiri dari mikrokristalin yang diikat oleh matriks seperti fiber dari unsur kalsium, mineral amfibol yang kaya akan kandungan unsur magnesium-besi, dimana didalamnya terdapat Tremolite. Nephrite inilah yang masuk ke dalam keluarga Tremolite dan merupakan varietas Tremolite yang berwarna hijau. semakin tinggi kandungan besi di dalamnya maka semakin hijaulah dia.
  2. Jadeite [NaAlSi2O6 or Na(Al,Fe3+)Si2O6] adalah piroksen yang kaya akan unsur sodium dan aluminium. Bentuk mineral yang digunakan pada batu perhiasan (gem) adalah bentuk mikrokristalin yang saling terikat oleh matriks kristal, dengan kekerasan 6.5 hingga 7 skala Mohs hampir sama dengan batuan kalsedon (6-7) atau kuarsa (7). Jenih inilah yang disebut giok.
Giok
Giok atau Jade dalam bahasa Inggris (dibaca ‘jaid’) diambil dari bahasa Perancis l’ejade dan Latin ilia, lalu dalam bahasa Spanyol menyebutnya piedra de ijada (pertama kali tercatat sejak tahun 1565) atau “loin stone“, karena reputasinya yang dapat menyembuhkan gangguan loin dan ginjal (kidney). Sedangkan Nephrite diambil dari lapis nephriticus yang merupakan bahasa Latin dari istilah Spanyol piedra de ijada.



Nephrite (6-6.5 skala Mohs) dan Jadeite sering digunakan pada ukiran batu pada jaman pra-sejarah. Jadeite sama kerasnya dengan quartz (kuarsa, 6-7 skala Mohs), sedangkan Nephrite lebih lunak tetapi lebih tahan dibanding Jadeite. Hingga pada abad ke 19 seorang mineralogist Perancis menyatakan bahwa ‘jade‘ pada dasarnya merupakan dua jenis mineral yang berbeda. 

Nephrite ditemukan dalam warna putih (seperti lemak daging), sedangkan Jadeite lebih bervariasi warnanya. Varietas yang langka yang memiliki nilai tinggi. Warna Jadeite umumnya berkisar dari putih hingga hijau pucat seperti warna buah apel, bisa juga berwarna hijau kebiruan seperti yang baru-baru ini ditemukan (‘olmec bue‘ jade), pink (merah muda), lavender (ungu) dan paduan warna lain yang sangat jarang sekali, yang berwarna hijau tua hingga hitam disebut dengan Chloromelanite.

Warna ini dipengaruhi oleh adanya unsur seperti chromium dan besi. Daya tembus sinarnya bisa dimanapun dari benar-benar solid hingga opaque (tidak tembus sinar) sampai hampir jernih. Keragaman warna dan sifat tembus sinarnya sering ditemukan bahkan pada satu jenis spesimen. Jadeite dilaporkan dapat ditemukan di Amrik, Myanmar, Selandia baru, Guatemala, tempat lain yang mengandung jadeite termasuk Kazakhstan, Russia, British Columbia, Kanada, Alaska, Italy dan Turkestan. Banyak sekali sejarah dan legenda tentang batu jenis ini, mulai dari Cina, India, Korea, Maori hingga benua Amerika Latin.

Giok, mungkin saja mendapat perlakuan tertentu (treatment) sering disebut dengan istilah ‘stabilized‘. Perlu diketahui dalam dunia perdagangan giok, tingkat inilah yang diperhatikan untuk menentukan harga, tetapi perlu diingat kualitas warna dan teksturnya tidak termasuk. Misalnya Tipe A tidak mendapat treatment tertentu (natural) tetapi bisa saja warna dan teksturnya kurang menarik.

Terdapat 3 cara untuk ‘memperindah’ (enhancement) giok ini, dikenal dengan ABC Treatment System:

  • Type A Jadeite yang tidak diapa-apakan dan dibiarkan tetap natural kecuali dihaluskan permukaannya.
  • Type B mendapat treatment tertentu misalnya dengan menghilangkan unsur-unsur yang tidak diinginkan dengan bahan kimia tertentu yaitu dengan cara memutihkan (bleaching) atau penggunaan zat asam tertentu atau ‘menyuntikkan’ resin polymer jernih, hingga menghasilkan warna dan transparansi yang diinginkan. Pada masa kini, spectroscopy dengan cahaya infrared dapat menentukan dengan akurat apakah polymer ‘disuntikkan’ ke dalam jadeite.
  • Type C jade ini dicelup (dyeing). Akibatnya warna batu ini tidak dapat terkontrol dan mungkin menghasilkan warna coklat kusam. Dalam kasus tertentu, sifat ‘translucency’-nya hilang.
    Type B+C jade yang mendapat perlakuan B and C: ‘disuntik’ juga ‘dilukis’ (diwarnai).
  • Type D jade dipadukan dengan bahan lain atau batuan lain (ingat, kasus kalimaya atau opal) dengan istilah doublet yaitu memadukan atau menggabungkan lapisan bahan lain (mis.plastik) pada permukaan giok.

Giok varian ‘Nephrite Jade’ hanya ada di Aceh

Ketua Pusat Promosi Batu Mulia Indonesia yang juga seorang geologist dan gemologist, Ir. H. Sujatmiko, Dipl Eng, dengan bangga menyebutkan bahwa di Indonesia hanya Aceh yang memiliki batu mulia giok jenis ‘Nephrite Jade’. Sujatmiko menyarankan agar Pemerintah di Aceh mampu mengolah potensi batu mulia tersebut untuk kesejahteraan dan kemakmuran Aceh.

'Awalnya kami menduga bahwa giok jenis Nephrite Jade ada di Jawa. Tapi setelah diteliti lebih jauh ternyata tidak ada di Jawa, melainkan adanya di Aceh,' kata Sujatmiko yang ditemui di kantornya. Dua daerah di Aceh yang menyimpan batu mulia ini adalah Nagan Raya dan Sungai Lumut, Aceh Tengah dan Gayo Lues. 'Giok Nagan berwarna hijau terang dan giok Sungai Lumut hijau tua,' terang Sujatmiko.

Ia mengetahui potensi giok Aceh sejak 20 tahun lalu dan pertama kali berkenalan dengan giok dari Sungai Lumut. 'Ketika itu ada seseorang yang membawa contoh batu Sungai Lumut, dan saya kaget ternyata sangat luar biasa,' katanya. Belakangan ia mengetahui ada giok dari Nagan dengan warna hijau yang lebih terang.

Selain giok jenis Nephrite Jade, Aceh juga memiliki batu mulia lainnya yang disebut Fluorite, Rose Quartz, Serpentine, Batu Kristal, Marmer Hitam, dan Idocrase. Beberapa jenis giok Aceh saat ini memiliki harga tinggi di pasar perbatuan nasional, seperti Nephrite Jade dan Idocrase atau Lumut Aceh.

Sujatmiko juga terkejut saat mengetahui kalau berton-ton batu giok dari Nagan dibawa ke luar dari Aceh dalam bentuk bongkahan. Ia meminta Pemerintah agar melarang tindakan tersebut karena tidak membawa keuntungan apa-apa bagi Aceh. 'Sebaliknya batu-batu tersebut harus diolah di Aceh dan menumbuh-kembangkan pengrajin-pengrajin batu. Itu tugas pemerintah memfasilitasinya,' tukas Sujatmiko.

Ia juga mempersilakan Pemerintah Aceh atau Pemerintah Nagan Raya mengundang peminat batu mulia dari luar negeri dan melelangnya. 'Bisa dilelang dengan melibatkan pihak asing, asalkan syaratnya harus diolah di daerah, bukan bongkahannya di bawa ke luar Aceh,' kata Sujatmiko. Sujatmiko mengatakan Aceh harus bisa menjadi pelopor membuat aturan mengenai pemanfaatan batu mulia sehingga bisa menciptakan kesejahteraan bagi masyrakatnya. 'Selama ini Pemerintah Indonesia tidak punya perhatian soal itu. Aceh bisa membuat terobosan,' katanya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar